1st award [open source blog post]

Minggu, 21 Februari 2010


Aku yang baru-baru ini mulai bermigrasi menggunakan Open Source Software, bangga mendapatkan award ini dari fatchu. Award yang ditujukan untuk blogger pengguna Free & Open Source Software ini, merupakan bentuk apreseasi kepada kesetiaan kita sebagai pengguna Open Source.

Terima kasih untuk fatchu yang telah memberikan award ini untuk aku dan sembilan orang lainnya. Selanjutnya akan aku persembahkan award ini untuk sobat blogger ku yang lain, yaitu :

hammam, mbaknarti, salonoyah, aan, depalpiss

Bagi siapa saja yang menerima award ini diharuskan untuk membagikan kembali award ini kepada sepuluh orang temannya. Dan selanjutnya si penerima award harus meletakkan link-link berikut ini di blog atau artikel kamu :

1. Boy
2. Mas Doyok
3. Rizky
4. kupu.miss.oemang
5. Shulayman
6. Organisasi Pemuda Kenaran ( OPERA15 )
7. Avanca Linux
8. Mauren's Blog
9. fatchu pengen berbagi
10. ti2k

Aturannya begini :
sebelum kamu meletakkan link di atas, kamu harus menghapus peserta nomor 1 dari daftar. Sehingga semua peserta naik 1 level. Yang tadi nomor 2 jadi nomor 1, nomor 3 jadi 2, dst. Kemudian masukkan link kamu sendiri di bagian paling bawah (nomor 10). Tapi ingat ya, kalian semua harus fair dalam menjalankannya. Jika tiap penerima award mampu memberikan award ini kepada 5 orang saja dan mereka semua mengerjakannya , maka jumlah backlink yang akan didapat adalah

Ketika posisi kamu 10, jumlah backlink = 1
Posisi 9, jml backlink = 5
Posisi 8, jml backlink = 25
Posisi 7, jml backlink = 125
Posisi 6, jml backlink = 625
Posisi 5, jml backlink = 3,125
Posisi 4, jml backlink = 15,625
Posisi 3, jml backlink = 78,125
Posisi 2, jml backlink = 390,625
Posisi 1, jml backlink = 1,953,125

Dan semuanya menggunakan kata kunci yang kamu inginkan. Dari sisi SEO kamu sudah mendapatkan 1,953,125 backlink dan efek sampingnya jika pengunjung web para downline kamu mengklik link itu, kamu juga mendapatkan traffik tambahan.

Nah, silahkan copy paste saja, dan hilangkan peserta nomor 1 lalu tambahkan link blog/website kamu di posisi 10. Ingat, kamu harus mulai dari posisi 10 agar hasilnya maksimal. Karena jika kamu tiba2 di posisi 1, maka link kamu akan hilang begitu ada yang masuk ke posisi 10.
Selamat mengambil award-nya, sobat. Tetap jalin silaturrohim kepada para blogger agar blog sobat cepat naik trafik pengunjungnya. Selamat kepada para blogger yg mendapat award.


Read More..

Interaksi Obat - Makanan Lain

Senin, 15 Februari 2010

Acetaminophen
Jangan dimakan bersama dengan karbohidrat (biskuit, selei), karena akan membentuk ikatan kompleks yang memperlambat kecepatan awal absorpsi acetaminophen. Tetapi jumlah total obat yang diabsorpsi mungkin tidak berubah.

Antikoagulan
Jangan diminum bersamaan dengan air jeruk, kuning telur, ikan atau minyak ikan dan minyak nabati karena bahan-bahan ini dapat menghambat efek antikoagulan dengan memperpanjang prothrombin-time.

Antihipertensi
Jangan dimakan bersamaan dengan makanan yang mengandung pressor amine.

Bisacodyl
Jangan diminum bersamaan dengan susu atau makanan yang bersifat basa, karena peningkatan pH dapat menyebabkan disintegrasi salut/ lapisan enterik (enteric-coat) dari tablet bisacodyl.

Glikosida Jantung (Digoxin, Digitoxin)
Jangan diminum dengan susu dan makanan yang terbuat dari susu, juga jangan dengan makanan yang mengandung unsur kalsium yang besar, karena bahan-bahan ini dapat mengurangi efek digoxin dan mengakibatkan aritmia jantung.

Diphenylhydantoin (Phenytoin)
Jangan dimakan bersamaan dengan makanan yang mengandung monosodium-L-glutamat (MSG) karena efek phenytoin meningkatkan absorpsi dari MSG yang dapat mengakibatkan efek toksik, manifestasinya berupa perasaan lemah menyeluruh, kaku pada leher dan punggung serta palpitasi.

Levodopa (L-dopa)
Jangan dimakan bersamaan dengan buah alpukat, buncis, hati sapi, susu bubuk, makanan gandum, ikan tuna, ubi rambat, ragi, tauge, karena bahan-bahan ini dapat menghambat efektivitas dari levodopa.dianjurkan diet dengan kadar pyridoxine (B6) yang rendah.

Lincomycin
Jangan diberikan pada waktu bersamaan dengan makan, karena lambung yang penuh dapat mengakibatkan diare.

Lithium Carbonat
Jangan makan obat ini pada waktu diet kurang garam. Juga kalau tidak cukup garam dan cairan masuk tubuh, toksisitas lithium akan meningkat.

Penicillin
Preparat penicillin jangan diminum dengan air jeruk atau sari buah yang asam karena minuman ini akan menyebabkan dekomposisi dari preparat penicillin.

Pyridoxin (Vitamin B6)
Pyridoxine diketahui meningkatkan metabolisme/biotransformasi L-dopa, sehingga jumlah L-dopa yang dapat melalui blood brain barrier berkurang.
Penderita yang sedang menjalani terapi L-dopa harus dinasehati tidak memakan makanan yang kaya pyridoxine seperti buah alpukat, buncis, kacang-kacangan spek (daging babi), ubi rambat, ikan tuna.

Quinidin
Jangan dimakan bersamaan dengan antasida dan diet yang bersifat alkali, karena efek alkali akan menghambat ekskresi dari quinidin.

Tetracyclin preparat oral (kecuali Doxycyclin)
Jangan diminum bersama susu dan bahan yang terbuat dari susu, juga jangan dengan makanan yang mengandung zat besi (Fe). Ion-ion mineral (Ca, Fe, Mg) yang terdapat dalam makanan akan mengikat tetracyclin dengan membentuk ikatan kompleks (chelate), yang sulit diabsorpsi dari saluran cerna.

Thyroid
Jangan dimakan bersamaan dengan kubis, wortel, kecambah, bloemkool, sayur hijau, buah peer, lobak cina, karena bahan-bahan ini menghambat aktivitas hormon thyroid karena mengandung
thiooxazolidone.

Warfarin
Efek warfarin dilawan (antagonis) oleh makanan yang mengandung vitamin K, seperti sayur/daun hijau, hati, the hijau, tomat dan kopi.


Ars Prescribendi


Read More..

Interaksi Obat - Alkohol

Bila obat yang memberikan depresi pada SSP diminum bersamaan dengan alkohol atau meminum yang mengandung alkohol, terjadi interaksi yang dapat membahayakan peminumnya. Obat-obat tersebut ialah Golongan Sedatif Hipnotik (Barbiturat, Metaqualon dsb), Golongan Tranquiliser (Benzodiazepin dsb), Golongan Psikotropik lainnya, malahan juga Golongan Antihistamin. Efek depresi pada SSP meningkat secara aditif/summatif, atau lebih sering lagi meningkat secara potensiasi/sinergistik (jumlah efek pada SSP secara total melebihi penjumlahan efek masing-masing).
Perlu perhatian bahwa alkohol dengan benzodiazepine memberikan efek ganda yaitu, alkohol meningkatkan efek absorpsi diazepam dan sekaligus mengurangi biotransformasi dari diazepam. Di samping itu, pada penderita dengan penyakit hepar yang disebabkan alkohol, benzodiazepine akan dieliminasi lebih lama lagi daripada hepar yang normal.

Interaksi alkohol dengan obat-obat lain secara klinis cukup penting, misalnya peminum alkohol kronis akan mengakibatkan peningkatan klirens obat dengan cara induksi metabolisme-oksidatif. Tetapi peminum alkohol jangka pendek akan menyebabkan penurunan klirens obat. Konjugasi dengan glukoronide bagi sebagian obat terlambat kalau ada alkohol. Obat-obat yang klirensnya melalui beberapa saluran/cara, sulit untuk memprediksi perubahan klirens total yang disebabkan oleh alkohol.


Ars Prescribendi


Read More..

Interaksi Obat - Tembakau/Rokok

Bahwa merokok mempengaruhi metabolisme obat sudah lama diketahui. Mekanisme utama dari interaksi ini ialah biotransformasi obat dipercepat karena terjadi induksi dari mikrosomal enzim di hepar yang disebabkan oleh zat-zat yang ada pada asap rokok. Bagaimana presis mekanisme ini belum ditentukan.
Interaksi obat dengan tembakau/rokok ini mengakibatkan penurunan kadar obat dalam plasma. Yang paling penting secara klinis adalah efek terhadap Pil KB dan estrogen lainnya, juga efek terhadap Theophyllin dapat terganggu.

1. Estrogen – Tembakau/Rokok

Studi epidemiologis menunjukkan bahwa bahaya efek kardiovaskuler seperti stroke, infark miokardial dan thromboembolisme yang dikaitkan dengan penggunaan kontrasepsi oral (pil KB) jauh lebih besar pada seorang perokok daripada bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan umur serta jumlah rokok yang diisap seharinya. Mekanisme pasti dari interaksi ini masih kurang jelas. Bagaimana pun, wanita yang sedang ber-KB dengan Pil KB seharusnya tidak merokok karena asap rokok dapat mengurangi kadar estrogen dalam darah. Dan kalau wanita ini tidak mau menghentikan rokoknya, maka dia harus memakai cara kontrasepsi yang lain, misalnya kondom.

2. Theophyllin – Tembakau/Rokok

Merokok secara signifikan mempengaruhi farmakokinetik theophyllin. Rokok merangsang biotransformasi theophyllin di hepar dan mengakibatkan peningkatan klirens theophyllin, sehingga waktu paruh (t1/2) theophyllin menjadi lebih singkat dan kadar dalam darah lebih rendah. Seorang perokok berat sampai memerlukan theophyllin dalam dosis dua kali lipat dari dosis lazim.


Ars Prescribendi


Read More..

Efek Obat pada Gizi

Kekurangan gizi dan juga gangguan gizi yang disebabkan oleh obat, seringkali dilihat pada orang lanjut usia, antara lain terjadinya kekurangan mineral. Obat Diuretika sering mengakibatkan defisiensi Kalium. Problema ini bertambah berat, kalau penderita sering meminum obat Laksans. Secara umum, diet penderita lanjut usia seringkali tidak cukup mengandung unsur Calcium, Magnesium dan Zinc, dan kekurangan ini dapat diperberat oleh obat.

Sebagian obat mempengaruhi keadaan gizi penderita secara tidak langsung yaitu obat yang menyebabkan mual dan muntah,gangguan gastrointestinal, konstipasi atau diare akan berpengaruh terhadap jumlah total makanan yang diserap. Juga dekongestan oral seperti Phenylpropanolamin dan Pseudo-ephedrin dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan.


Ars Prescribendi


Read More..

INTERAKSI OBAT - MAKANAN

Pada pemberian obat-obat tertentu bersamaan dengan makanan dapat terjadi interaksi yang berakibat :
1. Makanan dapat mengubah aktivitas obat yang mengakibatkan respons terhadap obat berkurang atau sebaliknya respons terhadap justru meningkat.
2. Sebaliknya obat dapat pula memberikan efek negatif terhadap makanan, misalnya berkurangnya nutrisi makanan tertentu

Efek Makanan Terhadap Absorpsi Obat

Pada interaksi obat – makanan yang paling sering terjadi ialah terganggunya absorpsi obat dari saluran cerna. Alasan utama mengapa terjadi interaksi obat – makanan ialah karena sebagian besar obat diberikan secara oral.

Sebagaimana halnya pada interaksi absorpsi obat – obat, interaksi obat – makanan dapat mengakibatkan kecepatan absorpsi obat terganggu, atau mungkin juga jumlah seluruh obat yang diabsorpsi berkurang, dengan perkataan lain bioavailabilitas obat berkurang. Kelompok-kelompok obat yang absorpsinya terhambat karena makanan antara lain kebanyakan preparat Penicillin, Tetracyclin, Digoxin, Acetaminophen, Levodopa, Aspirin. Dengan demikian waktu yang sebaiknya bagi penderita untuk meminum obat-obat tersebut ialah satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan.

Obat-obat tertentu absorpsinya justru meningkat kalau diberikan bersamaan dengan makanan, misalnya Spironolacton, Griseofulvin kalau dimakan bersamaan dengan makanan tertentu (berlemak).

Interaksi Farmakologik

Selain berpengaruh terhadap obat, makanan dapat juga berinteraksi (invivo) dengan obat tertentu. Dari segi klinik yang penting antara lain adalah yang terjadi pada MAO-inhibitor.

MAO- Inhibitor (Monoamine Oxydase Inhibitor)

Unsur monoamine oxydase dapat membiotrasnferasi Tyramin yang ada dalam makanan sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Bila seorang penderita diberi terapi dengan salah satu dengan obat MAO-I, maka ada kemungkinan Tyramin yang didapat dalam makanan, tiba-tiba dalam jumlah yang besar masuk dalam peredaran sistemik dan ini dapat mengakibatkan pressor yang besar sekali, sehingga dapat terjadi hipertensi yang akut atau krisis hipertensi.


Ars Prescribendi

Read More..

Dosis Obat untuk Penderita Obesitas

Selasa, 09 Februari 2010

Obesitas untuk kegemukan adalah kondisi yang paling sulit di “obati” dan merupakan suatu problem yang penuh tantangan. Menentukan etiologi dari obesitas memerlukan waktu, dan penelusuran sejarah orang yang bersangkutan. Secara simplistic dapat dikatakan obesitas ialah akibat memasukkan kalori yang lebih besar dari kalori yang dibakar dalam tubuh. Ada beberapa pengecualian karena penyakit, seperti Chusing’s syndrome, hypo-thyreodism berat dan kelainan neurologic tertentu pada masa kecil.

NIH-CDC (National Institutes of Health – Consensus Development Conferences) menyatakan bahwa sulit sekali membuat definisi yang memuaskan apa yang disebut obesitas itu. Suatu panel menyarankan, obesitas ialah bila berat badan seseorang 20% di atas berat badan ideal. Ada pula yang menyarankan mempergunakan body mass index, yaitu berat badan dalam Kg dibagi dengan tinggi badan dalam meter, bila angka yang dihasilkan > 27.8 untuk pria dan > 27.3 untuk wanita, orang tersebut sudah dapat digolongkan obesitas atau kegemukan.

Bila seseorang yang gemuk atau sakit dan memerlukan pengobatan maka menentukan dosis obat untuk penderita yang obesitas itu kadang-kadang menjadi problem, oleh karena adanya deviasi yang besar dari komposisi tubuh dibanding dengan orang yang berat badannya normal. Problem yang ditimbulkan terutama disebabkan oleh adanya perbedaan antar obat dalam hal daya larut dalam lemak atau distribusi obat antar jaringan lemak dan air tubuh.
Bahan obat yang sangat lipofilik seperti benzodiazepin bila diberikan kepada penderita yang obesitas menyebabkan distribusi obat dalam tubuh sangat meningkat. Ini mengakibatkan t1/2 eliminasi menjadi lebih lama.

Peningkatan distribusi obat golongan benzodiazepin mungkin merupakan hasil dari partisi struktur benzodiazepin yang larut dalam jaringan lemak yang berlebihan yang didapat pada subyek yang kegemukan.

Untuk obat-obat dengan daya larut dalam lemak kecil (antara lain digitoxin, gentamicin, kanamycin, streptomycin) dianjurkan untuk orang gemuk perhitungan dosis obat didasarkan pada lean body mass atau berat badan tanpa lemak (BBTL). Sebaliknya untuk obat-obat yang daya larutnya dalam lemak besar (antara lain thiopental) maka perhitungan dosis hendaknya didasarkan pada berat badan nyata (BBN) dari penderita.

Kesulitan dapat timbul bila harus diberikan obat dengan daya larut dalam lemak kira-kira menengah, maka dosis obat ini ialah antara dua keadaan ekstrem di atas. Yang dapat dilihat ialah diberikan suatu dosis percobaan, kemudian diadakan penyesuaian dosis regimen dengan memantau konsentrasi obat dalam plasma pada penderita.

Bagaimanapun, dalam menentukan dosis obat bagi penderita obesitas perlu diperhitungkan berat badan nyata penderita bila BBNnya melebihi berat badan ideal sebanyak 10% atau lebih. Memperhitungkan berat badan ideal menurut Ritschel adalah sebagai berikut :

BB ideal = (T – 100) 0.9 (Kg)
T = tinggi/cm

Untuk obat-obat dengan daya larut kecil dalam lemak, maka BBTL diperhitungkan dalam tiga tahap :
Tahap pertama : kepadatan tubuh ditentukan
Tahap kedua : persentase lemak dihitung
Tahap ketiga : barat badan tanpa lemak (BBTL) dihitung


Ars Prescribendi


Read More..

Dosis Obat Untuk Anak

Jumat, 05 Februari 2010

Di bidang Pediatri dalam menentukan dosis obat untuk terapi sering ditemukan kesulitan-kesulitan, terutama bila ini menyangkut pengobatan anak prematur, anak baru lahir, dan juga yang masih bayi. Alasannya ialah karena organ-organ pada penderita ini masih belum berfungsi secara sempurna, antara lain hepar, ginjal dan susunan saraf pusat. Tambahan lagi, distribusi cairan tubuh berbeda pada saat kecil daripada orang dewasa.

Oleh karena fungsi hepar anak yang baru lahir belum sebagaimana semestinya, maka konjungsi dengan asam glukuronat hampir tidak terjadi. Cadangan glycine untuk konjungsi sangat terbatas, tetapi kemampuan konjungsi dengan cara asetilasi dan sulfatasi sudah ada.

Fungsi ginjal anak yang baru lahir juga belum sempurna. Ini disebabkan jaringan ginjal masih mengalami diferensiasi yang mengakibatkan berkurangnya filtrasi glomerulus. Baru pada umur satu tahun si anak menghasilkan urin dengan konsentrasi seperti orang dewasa, sampai umur satu tahun ini si anak membutuhkan empat sampai enam kali air di banding dengan orang dewasa bila diperhitungkan persatuan berat badan.
Susunan Saraf Pusat (SSP) pun belum berkembang sempurna pada anak baru lahir. Biar pun besarnya otak seorang anak umur satu tahun lebih mencapai 2/3 dari besar otak orang dewasa tetapi koordinasi SSP dengan susunan saraf autonomik masih belum sempurna.
Mengenai cairan tubuh total, anak yang baru lahir mempunyai 29,7% lebih cairan tubuh dari orang dewasa, bila dihitung per satuan berat badan. Pada umur 6 bulan seluruh cairan tubuh masih 20,7% lebih tinggi, dan anak sampai umur 7 tahun pun masih mempunyai 5.5% lebih cairan tubuh.
Faktor-faktor di atas (di samping faktor-faktor endogen dan eksogen lainnya) menyebabkan respon terhadap obat dengan orang berbeda pada anak dengan orang dewasa.
Parameter-parameter perbedaan anak dengan dewasa adalah sebagai berikut :
1. Pola ADME (Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi)
a. Perbedaan absorbsi (penyerapan) oleh karena perbedaan relatif dari “kepadatan” sel
b. Perbedaan distribusi oleh karena presentase cairan ekstraseluler dan cairan tubuh total relatif lebih tinggi
c. Perbedaan metabolisme oleh karena proses enzimatik yang belum sempurna
d. Perbedaan ekskresi oleh karena glomerulus dan atau tubuli belum berkembang secara lengkap
2. Sensitivitas intrinsik yang berlainan terhadap bahan obat
3. Redistribusi dari zat-zat endogen

Di dalam praktek sehari-hari untuk terapi banyak sekali rumus-rumus yang dipakai sebagai pendekatan untuk menghitung dosis obat untuk anak. Banyaknya rumus-rumus yang dipakai (lebih dari 30) adalah merupakan suatu bukti, bahwa pada hakekatnya tidak satupun cara perhitungan dapat disebut atau dinyatakan memuaskan untuk dipakai bagi semua obat. Mungkin ada preferensi salah satu rumus untuk obat tertentu, tergantung pada distribusi utama dari obat.
Kalau disumsikan kalkulasi/perhitungan suatu obat untuk seorang anak baru lahir :
berdasarkan LPT 100 mg/m2 dan (LPT = luar permukaan tubuh)
berdasarkan BB 100 mg/kg (BB = berat badan)
maka konsentrasi obat akan mencapai persentase yang berbeda dalam cairan ekstra sellular, intra sellular dan cairan tubuh seluruhnya.


Ars Prescribendi


Read More..

Dosis Maksimum Obat

Obat beracun umumnya mempunyai dosis maksimum, yaitu batas dosis yang relatif masih aman diberikan kepada penderita. Pada Lampiran Farmakope Indonesia tercantum Daftar Dosis Maksimum (DM) dari sebagian besar obat. Angka yang menunjukkan DM untuk suatu obat adalah dosis tertinggi yang masih dapat diberikan kepada penderita dewasa, ini umumnya dicantumkan dalam satuan gram, milligram, microgram, atau Satuan Internasional, kecuali untuk beberapa cairan. Bila jumlah atau dosis ini dilebihi, ada kemungkinan terjadi keracunan.

Dokter yang menuliskan resep tidak terikat akan DM obat yang tercantum, bilamana dianggapnya perlu, dokter boleh melebihi DM ini. Untuk memberitahukan kepada apoteker/apotek bahwa dokter dengan sadar melebihi DM suatu obat, maka di belakang angka/jumlah obat yang dituliskan di resep diberitanda seru (!) dengan disertai paraf.
Contoh : R/ Atropin Sulfas 2 mg ! (paraf)

Catatan :
DM Atropin Sulfas ialah 1 mg. Dosis yang lebih tinggi dapat saja diberikan/diperlukan dalam keadaan khusus, misalnya bila diperlukan sebagai antidotum pada keracunan dengan Pesticida Cholineesterase Inhibitor.

Apoteker/asisten apoteker yang mengerjakan/membuat obat terikat akan DM obat pada resep, dalam hal DM obat berlebih tanpa ada tanda ! di belakang jumlah yang berlebih itu, maka obat tidak boleh dibuatkan. Bilamana obat dibuatkan juga dan penderita keracunan, maka apoteker/asisten apoteker yang bertanggung jawab mengenai pembuatan obat tersebut menurut undang-undang yang berlaku dapat dituntut ke pengadilan. Dengan ditulisnya tanda ! dokter mangambil alih tanggung jawab dosis yang berlebihan itu.

Obat beracun yang mempunyai DM, bila diberikan kepada anak, harus diperhitungkan sendiri, untuk itu dapat dipergunakan rumus Young : DM obat untuk anak sama dengan n/(n+12) x DM dewasa

Ars Prescribendi


Read More..

DOSIS OBAT

PENGERTIAN UMUM MENGENAI DOSIS

Dengan dosis obat dimaksud jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-unit lainnya (Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa, juga disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxic. Dosis toxic ini dapat sampai mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis letal.

Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal (loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya dua kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini dilakukan antara lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa pyrimidines), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT

Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon obat tidak selalu dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapati sekaligus.

Faktor Obat

1. Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dsb.
2. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa.
3. Toksisitas : dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya.

Cara Pemberian Obat Kepada Penderita

1. Oral : dimakan atau diminum
2. Parenteral : subkutan, intramuskular, intravena, dsb
3. Rektal, vaginal, uretral
4. Lokal, topikal
5. Lain-lain : implantasi, sublingual, intrabukal, dsb

Faktor Penderita

1. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik
2. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar
3. Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon
4. Ras : “slow & fast acetylators”
5. Toleransi
6. Obesitas : untuk obat-obat tertentu faktor ini harus diperhitungkan
7. Sensitivitas individual
8. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorbsi obat, penyakit hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan pada ginjal mempengaruhi ekskresi obat


By : Ars Prescribendi

Read More..

Tanggal Kadaluarsa Obat

Tanggal kadaluarsa obat (expirade date) dicantumkan pada wadah obat yang setelah tanggal/waktu yang tertentu keamanan pemakaiannya tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi. Bila kadaluarsa, suatu obat tidak lagi memenuhi syarat untuk dipergunakan. Suhu penyimpanan obat sangat berpengaruh kalau suatu obat tidak disimpan sesuai dengan aturan suhunya maka ada kemungkinan jauh sebelum tanggal kadaluarsa yang tercantum obat itu sudah rusak. Tanggal kadaluarsa obat ada kaitannya dengan waktu paruh penyimpanan obat (shelf half life).

“Shelf half life” adalah waktu di mana daya kerja obat tinggal hanya separuhnya. Tiap kenaikan suhu penyimpanan dengan 10° dapat mengurangi waktu paruhnya dengan separuh. Dengan demikian obat yang seharusnya disimpan pada suhu 5° dan mempunyai waktu paruh 4 tahun bila disimpan pada suhu 15° waktu paruh penyimpanan menurun menjadi 2 tahun.
Dan kalau disimpan pada suhu 25°, maka waktu paruh penyimpanan menurun lagi dengan separuh menjadi hanya 1 tahun. Berkurangnya waktu paruh penyimpanan obat juga berarti bertambah cepat waktu kadaluarsa obat, dengan perkataan lain obat sudah rusak biar pun tanggal kadaluarsanya masih jauh.
Obat-obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa antara lain Antibiotika, Sera dan Vaccin. Kebanyakan Antibiotika tanggal kadaluarsanya kira-kira 2 tahun setelah pembuatan, sedangkan Sera dan Vaccin kira-kira 1 tahun setelah pembuatan di pabrik.


Ars Prescribendi

Read More..

Cara Penyimpanan Obat

Kamis, 04 Februari 2010

Semua obat (di Apotek, Poliklinik, Laboratorium, ruangan Rumah Sakit, tempat praktek dokter ataupun di rumah) harus disimpan dalam wadah yang sesuai, dengan memakai etiket atau label yang jelas, di mana tercantum nama obat yang dapat dibaca dengan terang. Obat tanpa etiket, dan diragukan akan isinya lebih baik dibuang, atau dapat dimintakan analisa tentang isinya oleh laboratorium kimia analisa (kalau itu merupakan obat yang mahal).
Kalau obat yang sudah berubah rupanya dari semula, sudah tumbuh jamur atau warnanya berubah atau perubahan fisik lain yang kentara sebaiknya obat yang sudah berubah itu jangan dipergunakan lagi karena ada kemungkinan mendatangkan bahaya keracunan bagi pemakainya.

Secara umum obat harus disimpan sedemikian rupa sehingga tidak berubah oleh pengaruh kelembaban udara, suhu dan sinar/cahaya. Bahan obat yang rusak atau basah karena kelembaban udara harus disimpan dalam wadah yang kedap atau wadah yang udaranya kering (misalnya keringkan dengan CaO atau bahan exsiccator lainnya).
Bahan yang rusak karena suhu, harus disimpan sesuai dengan petunjuk cara penyimpanannya. Kalau misalnya pada wadah obat tercantum “disimpan pada suhu 4 – 10°C”, maka dapat ditempatkan dalam lemari es sebelah bawah. Contoh : sera dan vaccine.
Bahan obat yang dirusak oleh sinar cahaya, terutama cahaya UV, harus disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya UV, misalnya botol yang terbuat dari kaca inaktinis.

Obat-obat beracun harus disimpan dalam alamri terkunci, ini terutama penting sekali bagi obat-obat yang tergolong Narkotika.


Ars Prescribendi


Read More..

Cara dan Waktu Penggunaan Obat yang Tepat

Rabu, 03 Februari 2010

Cara Penggunaan Obat

Bermacam-macam cara penggunaan obat dimungkinkan yaitu obat suntik, obat yang ditelan atau diminum, obat yang ditaruh di bawah lidah (sublingual), obat luar, obat kumur, obat rektal, intravaginal, dan sebagainya.
Cara penggunaan obat yang tepat ditentukan oleh dokter waktu menetapkan terapi yang akan diberikan kepada penderita, dengan perkataan lain harus disesuaikan dengan penderita serta indikasi penyakitnya, dan juga harus disesuaikan dengan sifat fisika-kimia obatnya.

Waktu Penggunaan Obat

Untuk mencapai efek terapeutik yang optimal (di samping menghilangkan, atau sekurang-kurangnya mengurangi efek samping obat yang mengganggu) harus ditetapkan pula waktu suatu obat digunakan. Waktu penggunaan obat ini juga harus dicantumkan pada resep, sehingga nantinya juga tertilis pada etiket wadah obat yang diterima penderita dari Apotek. Diantara waktu penggunaan obat yang penting adalah :
1. Sebelum makan : ante coenam, pada resep disingkat dengan ac (antara lain untuk obat pembuka nafsu makan)
2. Sesudah makan : post coenam, pada resep disingkat dengan pc (antara lain untuk Acetosal, preparat Fe, Digitalis, dan lain-lain yang memberikan iritasi pada lambung)
3. Sedang/waktu makan : durante coenam, pada resep disingkat dengan dc (antara lain untuk enzim yang membantu pencernaan)
4. Malam/sebelum tidur : ante noctem, pada resep disingkat dengan an (antara lain obat hipnotika, kebanyakan traquilizer, laxans yang bekerja lambat seperti phenolphthalein dan derivat anthrachinon yang mempunyai “onset of action” setelah 6 – 8 jam).
5. Pagi hari : mane, pada resep ditulis mane (antara lain untuk laxans seperti Magnesii Sulfas dengan “onset of action” cepat, diuretika dengan “duration of action” sampai 10 – 12 jam. Kedua-duanya, andaikata diberikan pada malam hari, akan sangat mengganggu ketenangan tidur penderita).
6. Sesudah buang air besar : post defaecatio, pada resep disingkat dengan post defaec. (antara lain untuk suppositoria analia. Kalau tidak diberikan post defaecatio, maka kemungkinan obat belum sempat bekerja sudah dikeluarkan bersama feces).

Cara dan waktu penggunaan atau pemakaian suatu obat hendaknya harus pula dikomunikasikan oleh dokter yang menulis resep kepada penderita, untuk menghindari kesalahan penggunaan obat. Kesalahan-kesalahan yang aneh sering terjadi, karena penderita tidak memahami pemakaian obatnya, misalnya suppositoria tidak dimasukkan ke dalam anus, tetapi di telan.


By : Ars Prescribendi


Read More..

Narkotika atau Obat Bius atau Daftar O

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1976 telah mengatur segala sesuatu, termasuk hukum pidananya, mengenai Obat Narkotika (atau juga disebut Obat Bius atau Obat Daftar O).
Narkotika yang beredar resmi hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan, di luar itu Narkotika ialah berupa “peredaran gelap” untuk disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan merupakan tindakan yang melawan UU Narkotika yang berlaku. Obat yang tergolong Narkotika hanya diperdapat untuk pengobatan penyakit, berdasarkan resep dokter, tanpa resep dokter tidak boleh menyerahkan/menjual obat golongan Narkotika kepada penderita. Apotek juga dilarang mengulang penyerahan Narkotika atas dasar resep yang sama, atau dasar salinan resep dokter. Penggunaan dan pemberian Narkotika oleh dokter dilarang kecuali untuk pengobatan.


Ars Prescribendi


Read More..

Obat Beracun

Pada hakekatnya semua bahan obat adalah racun, tergantung cara memberikan serta dosis yang diberikan kepada seseorang. Bila tidak dibatasi masuk ke dalam tubuh, maka tidak satu pun bahan obat yang dapat bebas sama sekali dari sifat racun. Air pun, bila diberikan tanpa batas dapat menyebabkan “keracunan dengan air” (water-intoxication).

Dalam praktek sehari-hari bahaya bahan yang dipergunakan sebagai obat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu :
- Bahan obat yang “relatif” tidak beracun
- Bahan obat yang sudah pasti berupa racun
Bahan obat yang dinyatakan “relatif” tidak beracun bila dosis yang aman diberikan kepada penderita relatif besar (misalnya Natrii bicarbonas, Magnesi sulfas). Obat dinyatakan beracun bila dosis yang aman diberikan kepada penderita relatif kecil (misalnya Papaveri HCl, Phenobarbital, dan sebagainya). Sifat racun sesuatu obat berbanding terbalik dengan dosis, bertambah kecil dosis yang diberikan berarti bertambah besar toksisitas obat.
Demi keamanan, semua obat beracun harus disimpan dalam almari terkunci, tidak saja di apotek tetapi juga di tempat praktek dokter.

Daftar Obat Beracun : Narkotika, Obat Keras, Obat Bebas Terbatas, Bahan Psikotropik

Undang-undang dan Peraturan-peraturan Pemerintah membagi obat-obat beracun dalam tiga kelompok yaitu obat yang termasuk Daftar Obat Narkotika, Daftar Obat Keras, dan Daftar Obat Bebas Terbatas. Bahan Psikotropik mempunyai peraturan “Larangan Khusus”.


By : Ars Prescribendi

Read More..

OBAT

PENGERTIAN UMUM MENGENAI OBAT

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 193/Kab/B.VII/71 memberikan definisi berikut untuk obat : “Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia.”

Sesuai definisi di atas ada beberapa pengertian mengenai “Obat”, yaitu :
1. Obat baku adalah bahan obat berupa substansi yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Farmakope Indonesia atau buku resmi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. Obat baku dalam substansi selanjutnya akan disebut “bahan obat”.
2. Obat jadi adalah obat dalam keadaan tunggal atau campuran dalam bentuk sediaan tertentu : serbuk, cairan, salep, tablet, kapsul, pil, suppositoria atau bentuk lain dan mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku-buku lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah. Obat jadi berupa komposisi yang sudah standar dapat disebut “preparat standar”.
3. Obat paten adalah berupa obat jadi dengan nama dagang yang sudah terdaftar atas nama si pembuat (pabrik) atau yang dikuasakannya, dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
4. Obat asli adalah obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah (Indonesia), terolah secara sederhana atas dasar pengalaman, dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
5. Obat baru adalah obat yang terdiri dari satu atau campuran beberapa bahan obat sebagai bagian yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat (antara lain zat pengisi, pelarut, vehikulum) atau komponen lain yang belum dikenal, sehingga belum diketahui khasiat serta keamanannya.

KEGUNAAN OBAT UNTUK MANUSIA DAN HEWAN

Obat digunakan menunjang keberhasilan dalam hal :
- Menetapkan diagnosis, misalnya cairan kontras
- Mencegah penyakit, misalnya vaksin
- Mengurangi dan menghilangkan penyakit atau gejala penyakit misalnya obat-obat yang dipakai untuk terapi simtomatik
- Menyembuhkan penyakit, misalnya antibiotika dan kemoterapentika
- Memperoleh dan memperindah badan dan bagian badan manusia, misalnya preparat-preparat kosmetik (juga harus memenuhi syarat-syarat yang sama dengan obat yang digunakan untuk penyakit)

CARA OBAT BEKERJA

Secara umum obat bekerja dengan cara mempengaruhi (metabolisme) sel-sel penderita dan /atau mempengaruhi (metabolisme) sel-sel mikroorganisme atau parasit penyebab penyakit. Diantara obat, ada yang normal didapat dalam tubuh (misalnya Insulin, hormon-hormon dan sebagainya) : dalam hal tubuh kekurangan diberikan obat tersebut untuk terapi substansi. Kebanyakan bahan obat berupa bahan yang asing bagi tubuh.


Ars Prescribendi

Read More..

Tempat Mengambil Obat Dengan Resep

Selasa, 02 Februari 2010

Apotek adalah suatu unit kesehatan tempat penderita mengambil obatnya. Ada dua macam apotek, yaitu :
1. Apotek Rumah Sakit
Hanya melayani resep-resep dari dokter Rumah Sakit yang bersangkutan. Kertas resep Rumah Sakit harus dengan jelas mencantumkan nama Rumah Sakit serta Bagian Pelayanan Fungsional (Bagian Penyakit Dalam, Penyakit Mata, Penyakit THT, dan sebagainya) serta nama dokter yang menuliskan resep. Kertas resep pribadi dokter tidak dapat dilayani di Apotek Rumah Sakit.
2. Apotek Umum
Apotek swasta dapat melayani tidak saja resep pribadi tetapi semua resep dokter, kalau perlu juga melayani kertas resep Rumah Sakit bila Apotek Rumah Sakit kebetulan tidak memiliki obat yang diminta. Apotek umum juga dapat melayani penjualan “obat bebas” dan “obat bebas terbatas” yang untuk mendapatkannya tidak memerlukan resep dokter.

Setelah selesai obat dibuatkan di apotek, pada wadah obat harus dipasang etiket atau label. Etiket selain memuat nama dan alamat apotek, juga harus mencantumkan nama dan nomor Surat Izin Pengelola Apotek (SIPA) dari apoteker yang bertanggung jawab (semua ini umumnya sudah tercetak).
Kemudian harus ada nomor urut dan tanggal resep dibuatkan, serta nama penderita dan aturan pakai obat yang sesuai dengan petunjuk yang dicantumkan oleh dokter pada resep aslinya. (Tanggal resep dibuakan di apotek tidak mutlak sama dengan tanggal yang dituliskan oleh dokter, misalnya mungkin saja resep baru ditebus di apotek sehari setelah penderita diperiksa oleh dokter).

Etiket yang dipasang pada wadah obat ada yang berwarna putih dan ada yang berwarna biru. Warna putih artinya obat diperuntukkan pemberian secara oral atau obat dalam, sedangkan warna biru artinya obat diperuntukkan pemakaian luar. Obat yang diberikan secara rektal juga diberikan etiket warna biru (ini logis kalau obat rektal dimaksudkan untuk efek lokal, tetapi sebetulnya kurang logis bila yang dimaksudkan obat bekerja sistemik yaitu obat yang diserap melalui mukosa rectum).

Di mana bila diperlukan pada wadah dapat pula dipasang etiket tambahan, misalnya “tidak boleh diulang tanpa resep dokter” atau “kocok dahulu”, dan sebagainya.


Ars Prescribendi


Read More..

RESEP CITO

Bilamana karena suatu sebab seorang penderita harus mendapat obatnya dengan segera, maka dokter memberi tanda pada bagian atas resep dengan menuliskan cito atau CITO ! (digarisbawahi dan di beri tanda seru dan di paraf atau ditandatangani di belakang Cito). Resep Cito pembuatannya harus didahulukan dari resep-resep lainnya; dengan demikian untuk tidak mengganggu tugas rutin di Apotek, dokter yang meminta resep cito hendaknya betul-betul bila penderita dalam keadaan gawat dan penundaan pemberian obatnya dapat membahayakan. Isitilah yang sama dengan Cito ialah Statim (amat segera) atau Urgens (mendesak), juga dapat dipakai singkatan PIM (Periculum in Mora = berbahaya bila ditunda).


Ars Prescribendi


Read More..

RESEP

PENGERTIAN UMUM MENGENAI RESEP

Resep dalam arti yang sempit adalah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.
Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Pada kenyataannya resep lebih besar maknanya dari yang disebutkan di atas, karena resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi + pengetahuan + keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain sifat-sifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka dokter menulis yang resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan penderita.

Menurut undang-undang yang dibolehkan menulis resep adalah dokter umum, dokter spesiais, dokter gigi dan dokter hewan. Bagi dokter umum dan dokter spesialis tidak ada pembatasan mengenai jenis obat yang diberikan kepada penderitanya. Bagi dokter gigi ada pembatasan, yaitu dokter gigi hanya boleh menuliskan resep berupa jenis obat yang berhubungan dengan penyakit gigi. Juga bagi dokter hewan ada pembatasan, tetapi bukan terletak pada jenis obatnya melainkan pada penderitanya. Dokter hewan hanya boleh menuliskan resep untuk keperluan hewan semata-mata.

KERTAS RESEP

Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran kertas yang ideal ialah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita memang seharusnya dengan resep, permintaan obat melalui telepon hendaknya dihindarkan.

Adalah suatu hal yang terpuji bila dokter yang menulis resep untuk penderita menuliskannya rangkap dua, satu untuk penderita dan satu turunan tinggal untuk dokumentasi dari dokter sendiri mengenai terapi yang diberikan pada tiap penderitanya.

Blangko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman untuk menghindarkan dicuri untuk disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, antar lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.

Di Apotek, bila obatnya sudah diserahkan kepada penderita, menurut Peraturan Pemerintah kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan, serta harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Kegunaan hal akhir ini adalah untuk memungkinkan penelusuran kembali bila setelah sekian waktu terjadi suatu akibat dari obat yang diberikan. Setelah lewat waktu tiga tahun, resep-resep oleh Apotek boleh dimusnahkan dengan membuat proses verbal (berita acara) pemusnahan. (SK Menkes RI no. 280/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan Resep di Apotek).

APOGRAPH (RESEP SALINAN)

Di Apotek, perlakuan yang sama denga kertas resep asli dari dokter, diharuskan pula menyimpan salinan resep atau copy resep atau Apograph. Suatu apograph dibuatkan oleh Apotek atas :
1. Permintaan dokter : kalau ada tanda iteretur di kertas resep orisinal.
Misal tanda “iter 1x”, berarti resep itu boleh diulang sekali lagi tanpa resep baru dari dokter. Sebaliknya tanda NI (ne iteretur) berarti resep tersebut tidak boleh diulang (walaupun tidak mengandung obat berbahaya berupa narkotika atau obat beracun).
2. Permintaan penderita : dalam hal ini ulangan pembuatan obat dengan Apograph, hanya dapat bila resep orisinal (asli)dari dokter tidak mengandung bahan obat Narkotika atau obat golongan Racun Keras.
Segala ketentuan penyimpanan yang berlaku bagi resep asli di Apotek juga berlaku bagi Apograph.


Ars Prescribendi


Read More..

Falsafah Obat dan Pengobatan

Semenjak dunia berkembang dan dihuni oleh manusia serta mahkluk hidup lainnya, mungkin sudah ada penyakit dan usaha untuk mengobatinya. Keadaan sehat dan sakit adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, ini berlaku bagi semua makhluk hidup : di dunia insani, hewani maupun di dunia tumbuh-tumbuhan sekalipun.

Di dalam dunia hewani dapat dilihat bahwa mempertahankan hidup secara naluriah sangat tinggi. Seekor binatang sehat pada umumnya tidak akan memakan sesuatu dari alam sekeliling yang akan membahayakan eksistensinya. Misalnya tidak ada binatang sehat yang makan daun Oleander yang mengandung glikosida yang berbahaya bagi jantung. Juga tidak akan ada yang memakan daun Kecubung yang mengandung alkaloida golongan tropan yang sangat beracun yang bekerja sebagai antikolinergik/parasimpatolitik. Umumnya tanam-tanaman yang mengandung zat beracun tidak mendapat gangguan dari binatang atau hewan, karena secara naluriah akan dihindarinya.

Sekarang bagaimana seekor binatang yang sakit? Secara naluriah seekor binatang yang sakit juga akan mencari sesuatu di alam sekelilingnya demi mempertahankan hidupnya. Cukup sering dilihat seekor anjing dan kucing mencari rerumputan atau daun-daun tertentu, mungkin sekali karena bahan-bahan itu mengandung zat atau zat-zat yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakitnya atau untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya akan zat/hara tertentu. Dengan demikian ia “mengobati dirinya sendiri”, dengan memasok (mensuplai) tubuhnya dengan bahan/zat/hara yang diperlukan.

Sebagai ilustrasi dari mempertahankan eksistensi serta keturunan ialah ayam petelur yang lepas (bukan ayam broiler), dapat dilihat ayam lepas itu mencocok atau mencukil dinding tembok untuk mendapatkan zat kapur yang diperlukan untuk pembentukan kulit telurnya. Kekurangan zat kapur disupleinya secara naluriah.

Bagaimana keadaannya dengan manusia? Yang membedakan manusia dengan hewan ialah akal. Tetapi manusia purba dan yang masih hidup primitif (dimana akal masih kurang berkembang),eksistensi hidupnya juga masih banyak dipengaruhi oleh nalurinya.

Manusia yang sehat dengan pengalamannya mengetahui bahan alamiah mana dapat dimakannya dan mana yang tidak, karena mengandung racun. Suatu hal yang paradoksal, masih saja banyak terjadi keracunan dengan bahan-bahan yang sudah diketahui mengandung racun. Misalnya masih sering terjadi keracunan dengan Aflatoksin dari kacang-kacangan, keracunan dengan jamur dari tempe bongkrek, keracunan dengan asam sianat dari singkong dan sebagainya, seolah-olah manusia tidak belajar dari pengalamannya.

Bagaimana dengan manusia primitif yang sakit atau kekurangan akan suatu zat/hara dalam sistem faalnya? Contoh berikut dapat memberikan gambaran : suatu suku bangsa primitif mempunyai kebiasaan memakan tanah. Mulanya hal ini mengherankan, tetapi setelah diadakan penelitian lebih mendalam ternyata ada dua hal yang berkaitan : pertama, tanah yang dimakan banyak mengandung zat besi; kedua, diit sehari-hari suku itu kurang akan zat besi. Secara naluriah suku itu mencari zat besi dari tanah, sehingga mereka tidak mendapat penyakit anemia karena kekurangan Fe.

Manusia dengan peradaban yang lebih tinggi secara turun temurun telah mengetahui banyak tentang obat-obat alamiah serta penggunaannya untuk mengobati penyakit. Sebagian besar obat alamiah ini adalah yang berasal dari alam nabati atau dunia tumbuh-tumbuhan. Inilah taraf ,mula dari apa yang dikenal sekarang dengan “obat tradisional”.

Tambah berkembangnya akal serta peradaban manusia, maka tambah pula perbendaharaan obat-obatan yang dipakai, termasuk bahan asal nabati dan hewani, diantaranya secara ilmiah juga sudah dapat distandarisasi. Perkembangan selanjutnya ialah sebagian dari obat-obat yang sekarang ada sudah dapat dibuat secara sintesis di pabrik-pabrik.


Ars Prescribendi

Read More..

ti2k's blog Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino